YARA Ungkap Kejanggalan Kasus Penembakan Mukhlis

Muslina (kiri) Istri dari Muklis, korban tewas ditembak polisi karena dugaan sebagai pengedar narkoba di Desa Blang Rambong Kecamatan Banda Alam, Aceh Timur, Rabu (8/3/2017) melaporkan kasus kematian suaminya ke Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA). Pihak keluarga akan melaporkan kasus ini kepada Propam Polda Aceh. SERAMBI/M ANSHAR
BANDA ACEH - Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA) menyatakan ada sejumlah kejanggalan yang dilakukan polisi saat memutuskan untuk menembak terduga bandar narkoba, Mukhlis Adi (35) hingga meninggal. Atas tindakan itu, YARA bersama keluarga korban juga telah melaporkan oknum anggota Subdit II Ditresnarkoba Polda Aceh ke Propam dan Reskrimum Polda Aceh pada Selasa dan Rabu (6-7/3).
Hal itu disampaikan kuasa hukum keluarga korban dari YARA, Fakhrurrazi SH, Muhammad Zubir SH, Rusdi SH, dan Basri SH (Ketua YARA Perwakilan Aceh Timur) bersama istri korban, Muslina (32), dalam konferensi pers di Kantor YARA, Banda Aceh, Rabu (8/3).
Hadir juga adik korban, Anwar (31), kakak korban, Yusnidar (41), dan Mariani (34), makcik korban. Mukhlis Adi yang menjadi korban penembakan merupakan Keuchik Gampong Blang Rambong, Kecamatan Banda Alam, Aceh Timur.
“Kasus Pak Keuchik ini sangat miris kita melihatnya, karena dia tidak menggunakan senjata api, tetapi kenapa dia harus ditembak mati? Kan itu menjadi pertanyaan besar. Kita juga tidak menolerir dan kita sangat anti terhadap bandar narkoba, tapi kenapa polisi harus melakukan tindakan menembak mati, ini sangat kita sayangkan,” kata Fakhrurrazi yang juga Sekretaris YARA.
Ia tambahkan, dari hasil investigasi sementara yang dilakukan pihaknya di Aceh Timur dapat diisimpulkan bahwa Mukhlis bukanlah bandar narkoba. “Jika benar Pak Keuchik ini bukan sebagai bandar narkoba, maka kita juga akan menempuh jalur perdata dengan menggugat Polda Aceh supaya bertanggung jawab atas kasus ini, karena kasus seperti ini sudah sering terjadi,” ujarnya.
Muhammad Zubir, kuasa hukum lainnya menambahkan, hal lain yang janggal dalam kasus ini adalah polisi tidak memperlihatkan surat perintah sebagai syarat melakukan penangkapan. Menurut saksi mata, kata Zubir, saat penangkapan polisi juga tidak memperlihatkan barang bukti untuk membuktikan bahwa korban memang bandar narkoba. “Saat penangkapan tidak ada surat apa pun yang ditunjukkan kepada korban,” katanya.
Dalam perkara ini, pihaknya menilai polisi terlalu arogan dan tidak menampakkan sisi humanis saat melakukan penangkapan, sehingga menghilangkan nyawa orang lain. Seharusnya, dalam penegakan hukum harus ada landasan hukum. “Dalam proses ini, polisi tidak melakukan operasi atau penggeledahan di rumahnya, tapi kenapa Pak Keuchik dituduh sebagai bandar sabu, kami tidak bisa terima,” tambah Rusdi, salah satu kuasa hukum keluarga korban.
Karena kejanggalan tersebut, pihaknya melaporkan oknum anggota Subdit II Ditresnarkoba Polda Aceh ke ke Propam terkait pelanggaran kode etik profesi Polri dan Reskrimum Polda Aceh terkait indikasi pembunuhan.
Sementara, istri korban, Muslina, dalam pertemuan itu mengatakan tidak terima suaminya disebut sebagai bandar narkoba. Ia berharap oknum polisi yang menembak suaminya agar dihukum setimpal.
Sementara itu, Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Aceh, Kombes Pol Goenawan, secara terpisah menyebutkan, tindakan anggota Dit Narkoba Aceh dalam penyergapan hingga menembak Mukhlis Adi dilakukan sesuai prosedur. Penyergapan itu dilakukan juga berdasarkan hasil penyelidikan yang dilakukan polisi selama kurang lebih dua bulan.
“Tindakan itu berdasarkan hasil penyelidikan selama dua bulan. Artinya, itu dilakukan tidak ujug-ujug (serta merta/tiba-tiba -red). Setelah kita tahu pasti bahwa dia bandar, barulah kita lakukan penyergapan dan saat penyergapan itu yang bersangkutan mencoba melarikan diri. Ada barang bukti bahwa dia sebagai bandar,” kata Goenawan saat dikonfirmasi Serambi, Rabu (8/3).
Terkait pihak keluarga Mukhlis Adi yang telah melapor ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Aceh, Selasa (7/3) karena tidak menerima polisi menembaknya, Goenawan menyebutkan itu hak keluarga.
Siap uji etik 
Ia menjelaskan, pihak Polda Aceh nantinya siap menjalani uji etik atas tindakan yang telah diambil tersebut. “Berati ini akan diuji kote etik profesi Polri, itu semua diatur undang-undang, dan kita siap untuk itu. Memang begitu, kalau tidak menerima, ada mekanismenya untuk menuntut atau menguji tindakan kepolisian,” sebutnya.
Masih menurut Goenawan, pihak kepolsian selama ini bekerja sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP) dan bekerja secara profesional. Untuk perihal pemberantasan peredaran dan penggunaan narkoba, Polri memang komit untuk melakukannya. “Ini bentuk perang terhadap narkoba, Indonesia sudah darurat narkoba, sabu yang masuk ke Aceh ini gila-gilaan,” pungkas Kombes Pol Goenawan. (mas/dan)
Sumber: Serambi Indonesia

Comments